Akhir-akhir
ini, ketika sore menjelang, kantor kurir pengiriman paket adalah salah satu
tujuan favoritku untuk mengirimkan beberapa buku. Setibanya di sana, lelaki yang
sama akan melontarkan senyum. Lalu, dengan cekatan jarinya akan menari pada
tuts-tuts keyboard, memberitahukan
harga yang harus kubayarkan, dan memberikan selembar kertas bukti pengiriman.
Pertemuan kami kemudian berakhir. Tak ada yang pernah bosan. Aku masih terus
mendatangi dan ia masih saja terus bertanya pertanyaan yang itu-itu saja.
Bukankah aku memang harus mengirimkan buku-buku di dalam amplop cokelat itu dan
ia harus pula mengetikkan huruf demi huruf itu? Sampai kemudian hari yang
sedikit berbeda itu tiba. Hujan rintik-rintik menjelma buas menciptakan banjir
kecokelatan. Segala gerak terhalang, padahal ia telah memberikan lembaran
kertas yang selama ini menjadi penanda perpisahan kami.
Hujan
memaksa kami berbincang berdua saja. Ia kisahkan tentang sore yang semakin
gelap dan gunungan paket yang harus ia tuntaskan semuanya hari ini. Dalam
kata-katanya yang meluncur tanpa putus kubayangkan paket-paket itu seperti
pengelana yang menanti-nanti perjalanan. Pada tangan cekatan yang dimiliki
lelaki itu, tertuang berpuluh-puluh penantian. Dalam kesederhanaanku berpikir,
kutanyakan sebaris kalimat: “ Bayangkan siapa saja yang kini tengah menanti
kedatangan gunungan itu esok atau lusa…”
Ia
tertawa. Tidak terlalu berminat menanggapi. Namun bagiku, paket-paket itu
adalah cerita. Kisah-kisah yang ingin kutelusuri. Kuintip sekilas, ada paket
dengan gambar hati, ada paket berbungkus kertas koran, ada pula paket yang dibungkus
ala kadarnya dengan plastik berwarna hitam. Kutatap tiga buku beramplop cokelat
yang kini telah terbungkus rapi dalam plastik. Tiga buku itu adalah paket yang
hari ini kukirim. Ah, untuk yang satu ini aku tahu betul kisahnya. Tadi, dalam
perjalanan, kudekap tiga amplop itu dengan penuh kesungguhan. Tak kuizinkan
sejentik pun debu menempel. Ketiganya ibarat bayi yang harus sesegera mungkin
kuberikan pada para pengadopsinya. Sebelum akhirnya kuserahkan amplop-amplop
itu pada petualangan baru mereka, kuselipkan harapan di dalamnya. “ Semoga
perjalanan kalian menyenangkan. Ketika nanti kalian sampai di tujuan, berikan
senyum termanis yang pernah kalian miliki dan tolong sampaikan salam paling
hangat dari Bandung.”
Di
luar hujan mulai reda, menciptakan bianglala di barat semesta.
Written by Nugraha Sugiarta (Nunu)
Drawing by Amelia Devita (Devita)
Written by Nugraha Sugiarta (Nunu)
Drawing by Amelia Devita (Devita)
Izin nyimak aja ya sobb ??
BalasHapusjl. aceh no 56 ya, berarti temanan juga dengan mba tarlen :)
BalasHapussalam kenal yah utk devita nunu :)
hehe iya temenan, salam kenal jg mayyyy....
Hapusgambar ilustrasinya lucu banget, like it..;))
BalasHapusmakasih yah... :)
Hapuswah laris manis ya bukunya
BalasHapushehe,aminn... :)
HapusKunjungan perdana neh....
BalasHapusKata2nya q suka.... :)
Pandai merangkai kata menjadi satu bagian cerita yang indah....
hihi makasihhh :)
HapusWah, selamat Devita dan Nunu, laris nih kayaknya...
BalasHapusHmm... bener yah kalo dipikir semua barang paketan itu punya cerita tersendiri, hihihi...
Seperti biasa, selalu suka ilustrasinya Nunu ( >o<)b
cerita yang hangat, gambar yang manis. lengkap.
BalasHapussalam kenal :)
aaah, manis sekali... sukaaaakkkk!! :)
BalasHapusNice article bro :)
BalasHapusHey guys, kamu punya mobil, motor, rumah, anak, istri ? daripada kamu takut mereka kenapa - kenapa, mendingan kamu daftarin deh di asuransi biar sewaktu-waktu terjadi hal-hal yang tidak di inginkan, pihak asuransi yang akan menanggungnya. Inilah beberapa informasi asuransi: Asuransi Prudential || Asuransi Kesehatan || Asuransi Pendidikan || Asuransi Mobil || Asuransi Sinar Mas || Asuransi Jiwa