Minggu, 07 April 2013

Antara Aku, Lelaki Kurir, dan Cielo

Akhir-akhir ini, ketika sore menjelang, kantor kurir pengiriman paket adalah salah satu tujuan favoritku untuk mengirimkan beberapa buku. Setibanya di sana, lelaki yang sama akan melontarkan senyum. Lalu, dengan cekatan jarinya akan menari pada tuts-tuts keyboard, memberitahukan harga yang harus kubayarkan, dan memberikan selembar kertas bukti pengiriman. Pertemuan kami kemudian berakhir. Tak ada yang pernah bosan. Aku masih terus mendatangi dan ia masih saja terus bertanya pertanyaan yang itu-itu saja. Bukankah aku memang harus mengirimkan buku-buku di dalam amplop cokelat itu dan ia harus pula mengetikkan huruf demi huruf itu? Sampai kemudian hari yang sedikit berbeda itu tiba. Hujan rintik-rintik menjelma buas menciptakan banjir kecokelatan. Segala gerak terhalang, padahal ia telah memberikan lembaran kertas yang selama ini menjadi penanda perpisahan kami.



Hujan memaksa kami berbincang berdua saja. Ia kisahkan tentang sore yang semakin gelap dan gunungan paket yang harus ia tuntaskan semuanya hari ini. Dalam kata-katanya yang meluncur tanpa putus kubayangkan paket-paket itu seperti pengelana yang menanti-nanti perjalanan. Pada tangan cekatan yang dimiliki lelaki itu, tertuang berpuluh-puluh penantian. Dalam kesederhanaanku berpikir, kutanyakan sebaris kalimat: “ Bayangkan siapa saja yang kini tengah menanti kedatangan gunungan itu esok atau lusa…”

Ia tertawa. Tidak terlalu berminat menanggapi. Namun bagiku, paket-paket itu adalah cerita. Kisah-kisah yang ingin kutelusuri. Kuintip sekilas, ada paket dengan gambar hati, ada paket berbungkus kertas koran, ada pula paket yang dibungkus ala kadarnya dengan plastik berwarna hitam. Kutatap tiga buku beramplop cokelat yang kini telah terbungkus rapi dalam plastik. Tiga buku itu adalah paket yang hari ini kukirim. Ah, untuk yang satu ini aku tahu betul kisahnya. Tadi, dalam perjalanan, kudekap tiga amplop itu dengan penuh kesungguhan. Tak kuizinkan sejentik pun debu menempel. Ketiganya ibarat bayi yang harus sesegera mungkin kuberikan pada para pengadopsinya. Sebelum akhirnya kuserahkan amplop-amplop itu pada petualangan baru mereka, kuselipkan harapan di dalamnya. “ Semoga perjalanan kalian menyenangkan. Ketika nanti kalian sampai di tujuan, berikan senyum termanis yang pernah kalian miliki dan tolong sampaikan salam paling hangat dari Bandung.”

Di luar hujan mulai reda, menciptakan bianglala di barat semesta. 

Written by Nugraha Sugiarta (Nunu)
Drawing by Amelia Devita (Devita)

13 komentar:

  1. jl. aceh no 56 ya, berarti temanan juga dengan mba tarlen :)
    salam kenal yah utk devita nunu :)

    BalasHapus
  2. gambar ilustrasinya lucu banget, like it..;))

    BalasHapus
  3. Kunjungan perdana neh....

    Kata2nya q suka.... :)
    Pandai merangkai kata menjadi satu bagian cerita yang indah....

    BalasHapus
  4. Wah, selamat Devita dan Nunu, laris nih kayaknya...
    Hmm... bener yah kalo dipikir semua barang paketan itu punya cerita tersendiri, hihihi...

    Seperti biasa, selalu suka ilustrasinya Nunu ( >o<)b

    BalasHapus
  5. cerita yang hangat, gambar yang manis. lengkap.
    salam kenal :)

    BalasHapus
  6. aaah, manis sekali... sukaaaakkkk!! :)

    BalasHapus
  7. Nice article bro :)

    Hey guys, kamu punya mobil, motor, rumah, anak, istri ? daripada kamu takut mereka kenapa - kenapa, mendingan kamu daftarin deh di asuransi biar sewaktu-waktu terjadi hal-hal yang tidak di inginkan, pihak asuransi yang akan menanggungnya. Inilah beberapa informasi asuransi: Asuransi Prudential || Asuransi Kesehatan || Asuransi Pendidikan || Asuransi Mobil || Asuransi Sinar Mas || Asuransi Jiwa

    BalasHapus